Jumat, 17 April 2020. Pagi itu
biasa saja. Matahari masih bangun dari Timur. Bersinar gagah, membangunkan
siapa saja yang masih dapat kesempatan untuk punya hari baru. Aku pun semangat
menyambut hari itu. Menyambut hari dimana aku akan kembali bertemu
saudara-saudaraku dijalan.
Surya sepertinya membaca
semangatku. Ia pun sangat bersemangat sampai peluh jadi tanda teriknya hari
itu. Pukul 13.00 aku siap. Dan, Babarsari. Menjadi tujuan pertama aku hari itu. Belum
lama aku menyusuri daerah kekuasaan mahasiswa yang kini sepi itu, aku bertemu
seorang ibu dan anaknya yang sedang membawa gerobaknya. Dengan sigap aku turun
dan memberikannya hadiah karena masih mau berjuang hari itu. Sekotak nasi untuk
makan siang bersama anaknya.
Pelan-pelan melaju, ke arah jalan
solo yang mulai ramai, seperti tidak ada apa-apa. Tepat setelah aku
mengarahkan kemudiku ke kiri, ada 2 orang bapak yang masih cukup muda yang
duduk dibalik gerobak penuh dengan barangnya. Tak mau kalah semangat dengan Matahari,
aku menghampirinya. “Terimakasih” menjadi kata pertama paling melegakan hari
itu.
Kata itu yang menjadikan semangat untuk terus berbagi kepada saudara-saudaraku, menjadi kata yang begitu sakral dan indah ditelingaku. Aku tidak peduli dengan teriknya Matahari diatas sana.
Tidak jauh dari sana, kembali aku melihat beberapa orang tengah duduk ditepian jalan. Menghapus peluh yang bercucuran didahinya. Menatap nanar kearah jalanan yang semakin ramai. Wajah-wajah itu seakan berkata, "Kapan situasi seperti ini akan berakhir?"
Sekotak makan siang yang kembali aku berikan kepada saudara-saudaraku menjadikan suatu kebahagiaan tersendiri. Tampak seorang ibu tengah duduk, letih menjalani hari yang baru saja menggeliat dari tidurnya.
Dalam hati aku bersyukur, "Tuhan, aku masih lebih beruntung dari mereka. Aku masih dapat hidup dan makan dengan layak. Menjalani pekerjaan yang tidak mengharuskan aku berada dibawah teriknya Matahari."
Tidak, aku tidak mencari pujian. Semua hadiah yang aku bawa untuk saudara-saudaraku ini adalah bukti bahwa masih ada orang-orang diluar sana yang harus banting tulang untuk makan dan melanjutkan kehidupannya. Semua ini adalah tentang kemanusiaan. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28A yang berbunyi, "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya."
Banyak hal yang masih menjadi pertanyaan dalam benakku. Melihat saudara-saudaraku ini masih mengais rupiah dijalanan, sedangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 berbunyi, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Hal tersebut yang masih menjadi pertanyaan dalam benakku.
Aku beranjak menuju kearah Area Parkir Ngabean. Disepanjang jalan terlihat bapak-bapak becak duduk didalam becaknya. Berteduh dari hujan yang mengguyur Kota Yogyakarta. Hujan tidak lantas menyurutkan semangatku.
Dengan sebuah kata maaf, karena aku hanya dapat mengulurkan tanganku dari dalam kendaraan. Sebuah ucapan, "Terimakasih" kembali aku terima.
Wabah ini tidak hanya menjadi bencana di kota ini saja, akan tetapi juga telah menjadi bencana nasional. Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Presiden kita Bapak Joko Widodo, yang termuat dalam Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non-alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.
Kepada saudara-saudaraku yang masih harus bekerja diluar sana. Tetap semangat, wabah ini pasti akan berlalu. Aku, kamu, kita, Indonesia dan dunia berjuang bersama-sama.
Salam sayang,
Tim Rudi Hermanto & Partners Lawfirm
Kata itu yang menjadikan semangat untuk terus berbagi kepada saudara-saudaraku, menjadi kata yang begitu sakral dan indah ditelingaku. Aku tidak peduli dengan teriknya Matahari diatas sana.
Tidak jauh dari sana, kembali aku melihat beberapa orang tengah duduk ditepian jalan. Menghapus peluh yang bercucuran didahinya. Menatap nanar kearah jalanan yang semakin ramai. Wajah-wajah itu seakan berkata, "Kapan situasi seperti ini akan berakhir?"
Sekotak makan siang yang kembali aku berikan kepada saudara-saudaraku menjadikan suatu kebahagiaan tersendiri. Tampak seorang ibu tengah duduk, letih menjalani hari yang baru saja menggeliat dari tidurnya.
Dalam hati aku bersyukur, "Tuhan, aku masih lebih beruntung dari mereka. Aku masih dapat hidup dan makan dengan layak. Menjalani pekerjaan yang tidak mengharuskan aku berada dibawah teriknya Matahari."
Tidak, aku tidak mencari pujian. Semua hadiah yang aku bawa untuk saudara-saudaraku ini adalah bukti bahwa masih ada orang-orang diluar sana yang harus banting tulang untuk makan dan melanjutkan kehidupannya. Semua ini adalah tentang kemanusiaan. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28A yang berbunyi, "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya."
Banyak hal yang masih menjadi pertanyaan dalam benakku. Melihat saudara-saudaraku ini masih mengais rupiah dijalanan, sedangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 berbunyi, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Hal tersebut yang masih menjadi pertanyaan dalam benakku.
Aku beranjak menuju kearah Area Parkir Ngabean. Disepanjang jalan terlihat bapak-bapak becak duduk didalam becaknya. Berteduh dari hujan yang mengguyur Kota Yogyakarta. Hujan tidak lantas menyurutkan semangatku.
Dengan sebuah kata maaf, karena aku hanya dapat mengulurkan tanganku dari dalam kendaraan. Sebuah ucapan, "Terimakasih" kembali aku terima.
Wabah ini tidak hanya menjadi bencana di kota ini saja, akan tetapi juga telah menjadi bencana nasional. Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Presiden kita Bapak Joko Widodo, yang termuat dalam Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non-alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.
Kepada saudara-saudaraku yang masih harus bekerja diluar sana. Tetap semangat, wabah ini pasti akan berlalu. Aku, kamu, kita, Indonesia dan dunia berjuang bersama-sama.
Salam sayang,
Tim Rudi Hermanto & Partners Lawfirm
Komentar
Posting Komentar